Sabtu, 30 Mei 2009

Kisah sukses karna menjual kerupuk

Derita Sang Emak…
Oleh Achmad Subechi - 21 Desember 2008 - Dibaca 674 Kali -

SETIAP kali nongkrong di Lapangan Merdeka, Balikpapan, Kalimantan Timur, saya selalu menyempatkan diri membeli gado-gado atau rujak. Para penjualnya, rata-rata usianya di atas 50 tahun. Emak-emak itu setiap hari mengais rezeki untuk menafkahi keluarganya. Mengapa belakangan saya tak mau mampir?

TANGANNYA terampil mengulek bumbu gado-gado. Kacang yang sudah digiling halus, ia campur dengan cabe rawit, air asam, bawang putih yang sudah digoreng, petis, gula merah dan garam. Kuamati satu persatu kelincahan tangannya. Dalam hitungan menit, bumbu-bumbu itu sudah halus.

Selanjutnya emak itu memgambil tahu, tempe, lontong, kolop (sayur) dan mentimun. Semuanya diaduk menjadi satu dengan bumbu yang sudah ehmmm… baunya mantap booo… Ia mengambil piring. Semua makanan hasil olahan tangan, ia pindah ke piring. Sebelum diberikan ke saya, sang emak lebih dulu menaburkan kerupuk.

Sebelumnya, ada seorang pria (pensiunan) perusahaan minyak, terlihat antre membeli dua bungkus gado-gado. Sambil menunggu makanan olahan jadi, lelaki tua membawa mobil mewah, tanpa basa-basi mengambil kerupuk-kerupuk tersimpan di dalam plastik besar.

Suaranya krauk.. krauk…. Sang penjual tersenyum dan mempersilakan Pak Tua mengambil sesuka-sukanya dengan bahasa daerah (saya tak paham itu bahasa apa). Dua bungkus rujak sudah selesai. Pak Tua berdiri. Ia menyodorkan uang Rp 20.000. Ketika kembaliannya kurang seribu, Pak Tua tak mau merelakannya. Ia tetap saja berdiri di depan lapak, sambil menunggu sang penjual lari kesana-kemari menukarkan uangnya..

Dalam hati saya, “Pak Tua ini edan… Mbok diikhlaskan saja uang seribu perak itu. Lha dia dari tadi makan kerupuk itu apa enggak dihitung? Kagak ada yang gratisan atuh… Emak itu beli kerupuk mentah juga pakai duit.” Ah.. biarin saja, itu urusan hati antara Pak Tua dengan sang emak. Setelah menerima uang kembalian, Pak Tua tancap gas bersama bininya. Entah kemana. Emang gue pikirin… Hik.. hik.. hik….
***
SAYA masih menikmati gado-gado hasil karya wanita itu. “Kok enak gado-gado ini? Kenapa enak? Mengapa ya kalau bumbu-bumbu gado-gado itu diblender kok rasanya berbeda?” Pertanyaan itu selalu saja berkecamuk dalam pikiran saya. Eiiitt…. saya menemukan jawabannya. Mudah-mudahan rasional…

Begini, blender itu kan menggunakan kekuatan mesin untuk menghaluskan bahan-bahan makanan.. Sedangkan tangan manusia menggunakan kekuatan tenaga (energi) alami. Saya menduga, ketika tangan sang pedagang itu mengulek-ulek bumbu, maka akan terpancar cahaya dari energi yang dia keluarkan.

Nah, cahaya itu memantul ke bumbu-bumbu makanan yang sedang diracik. So… kesimpulannya, ada misteri atas kekuatan energi manusia yang harus kita cari dan kita teliti lebih dalam. Apakah betul? Atau ini hanya pikiran saya saja yang ngelantur saja.

Ditengah lamunan iitu saya sedikit terkaget dengan sapaan sang emak. “Mau minum apa Nak?” “Ehmm.. air mineral saja Bu…” “Sebentar Nak.. saya ambilkan ya….” Sambil mengangkat jariknya, wanita itu lari dengan kencang. Ia menyeberang jalan, terus lari ke arah halaman gedung yang selama ini dikelola oleh Koperasi Kilang Mandiri.

Saya amati dia dari kejahuan. Lho… kok tiba-tiba hilang? Apa mata saya yang keliru atau wanita itu memang sedang ada masalah? Saya bangkit dari duduk. Astaga… rupanya wanita itu menyembunyikan botol-botol mineralnya di dalam lubang, supaya tidak ketahuan petugas yang suka merazia pedagang jalanan. Ia masuk ke dalam lubang itu dan keluar kembali sambil membawa empat botol minuman.

Sebotol diberikan ke saya dan sisanya ia sembunyikan di bawah pohon. Kebetulan ada lubang cukup besar di pohon kayu yang ada di tepi jalan. Lubang itu lalu ia tutup dengan koran. “Kok disimpan di situ Bu botol-botol ini? Apa enggak terlalu jauh?” Mata wanita itu berkaca-kaca. Kagak usah diteruskan ceritanya, saya sudah memahami apa makna dari sorot mata wanita yang benar-benar tulus menyambung hidup demi anak-anaknya.

“Saya ini sudah tua Nak. Andai saja anak saya yang terakhir sekolahnya sudah selesai, saya enggak mungkin lagi mau bekerja. Ibu sering sakit-sakitan. Tapi karena anak, ya mau diapakan lagi,” katanya dengan suara agak parau. Sekolah dimana Bu? “Anak saya masih kelas tiga STM.”

Ia lalu menceritakan kenapa botol-botol itu disimpan agak jauh dari bedak jualannya –berupa kayu kotak berukuran satu meter kali setengah meter yang ditaruh di atas bakul bambu. Ia takut dan sangat takut kalau ada razia. “Modal saya kan sedikit, kalau dirampas kami mau jualan apalagi Nak…”

Lagi-lagi aparat. Bicara aparat, berarti bicara soal penguasa. Kekuasaan diberikan bisa melalui selembar surat atau sepotong baju lengkap dengan badge-nya. Ketika kekuasaan sudah melekat, manusia-musia itu bergerak mengawal peraturan. Kalau ada yang melanggar, maka tanpa ada ampun. Air mata atau tangisan sang pedagang, tak mampu menerobos jantung hati para aparat.

Atas nama negara, atas nama pemerintahan daerah, eksekusi tetap saja dijalankan. Tak ada yang berani melawan, tak ada yang berani menggugat. Yang ada hanya tangis isak kepiluan, kepedihan, bahkan mengiiba-iba memohon welas asih agar barang dagangannya tak diangkut ke dalam truk.

Fenomena itu terjadi dimana-mana. Setelah aparat pergi, tinggalah isak tangis dari kaum papa. Sesampainya di rumah, kaum-kaum lemah yang setiap hari merasa tertindas ulah aparat yang tak profesional, tinggal merenungi nasibnya. Mereka sedih, anak-anaknya sedih. Kebutuhan sekolah anak-anak mereka terpaksa ditunda… Untuk bangkit lagi, mereka harus mencari hutangan kesana-kemari. Lelah… dan capekkkkkkkkkkkk…..

Malamnya, mereka enggak bisa tidur pulas. Berdoa dan berdoa serta sujud kepada Tuhan berharap pintu rezeki dibuka dari langit dan malaikat-malaikat pemberi rezeki itu datang dengan membawa titipan salam… Salam sejahtera dari Sang Maha Pencipta, Maha Pemberi, Maha Pengasih, Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha segala-galanya.

Andai kaum-kaum tertindas itu tak berhati baik, saya enggak bisa bayangkan apa yang akan terjadi kepada para aparat yang tak becus dan bisanya hanya menekan-nekan kaum lemah dengan mengatasnamakan negara….

Padahal negara sendiri, tidak akan pernah membantu para pedagang macam pedagang gado-gado, penjual durian, penjual helm, penjual kerupuk dan lain sebagainya. Negara lebih peduli dengan UKM-UKM yang sebenarnya mereka sudah lebih mapan dibanding sang emak penjual gado-gado yang sempat bercengkerama dengan saya dari hati ke hati…

Andai saja kaum-kaum lemah itu berhati busuk, maka ketika semua manusia terlelap tidur, ia angkat kedua tangannya meminta kepada Tuhan agar manusia-manusia yang telah mendzhalimi dirinya ditutup pintu rezekinya, dibuka aibnya, dan diberi cobaan berturut-turut, apa yang akan terjadi?

Kita semua tidak pernah tahu apa isi doa yang dipanjatkan manusia-manusia tertindas semacam itu. Kita juga enggak bisa mengguping, menyadap isi pembicaraan mereka dengan Tuhannya. Ehmmm… saya hanya berharap, Mak… “Jangan lakukan itu… Sabar…. ya… Gusti Allah tidak tidur kok Mak…”

Share on Facebook

Penjual Tempe

Kisah Penjual Tempe dan Doanya
Oleh : Salim Syarief Md.

18-Okt-2008, 08:36:24 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibu penjual tempe. Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup. Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang.

“Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya.” demikian dia selalu memaknai hidupnya. Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas mengambil keranjang bambu tempat tempe, dia berjalan ke dapur, diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang.

Tapi, deg! dadanya gemuruh, tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi masih berupa kacang, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian. Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas, dia membayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang untuk makan dan modal membeli kacang kembali, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. “Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe . Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibk.” Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya. Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe. Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu.

Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan dia kecewa, tempe itu masih belum juga berubah. Kacangnya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia yakin, Allah pasti sedang “memproses” doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi. Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah seperti dia.

Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. “Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe . Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku, kabulkan doaku”.

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe. Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan belum jadi. Kacang itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang tersebut.

“Keajaiban Tuhan akan datang, pasti,” yakinnya. Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, “tangan” Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia memanjatkan doa, berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.

Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu. “Pasti sekarang telah jadi tempe!” batinnya. Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan dan dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi.

Kecewa, aitmata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi? Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku?
Demikian batinnya berkecamuk. Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu.

Dan dia tiba-tiba merasa lapar merasa sendirian. Tuhan telah meninggalkan aku, batinnya. Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan esok dia pun tak akan dapat makan. Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan “teman-temannya” sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas.

Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat.

Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya. “Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya?” Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat.

Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. “Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe.” Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi setengah ragu, dia letakkan lagi. “jangan-jangan sekarang sudah jadi tempe …” “Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?” tanya perempuan itu lagi. Kepanikan melandanya lagi.

“Duh Gusti… bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?” ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi! “Alhamdulillah! ” pekiknya tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli. Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. “Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi? Oohh, bukan begitu bu, anak saya si Sulhanuddin, yang kuliah S2 di Australia ingin sekali makan tempe asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat saya bawa besok sampai disana masih layak dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa bu?”

Sooo, ini kisah yang biasa bukan? Dalam kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa, dan “memaksakan” Allah memberikan apa yang menurut kita paling cocok untuk kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan merasa kecewa. padahal, Allah paling tahu apa yang paling cocok untuk kita. Bahwa semua rencananya adalah sempurna.



Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesia.com

penjual ikan

enis Ikan Etong Digemari Saat Buka Puasa
Oleh : Asep Saevata

04-Okt-2007, 12:39:27 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Mendekati pada hari lebaran sangat dirasakan oleh para pedagang pakaian, makanan, dan minuman. Seperti halnya Badruzaman (40) asal tasik penjual ikan bakar Etong (jenis ikan laut) yang berada di pinggiran jalan Letjen Suprapto depan SMP 1 Subang. Merasakan sekali lonjakan para pembeli ketika menginjak mulai hari yang ke lima belas.

Bahkan sampai saat ini para pembeli hampir tak tertahan, yang awalnya buka jam 4 sore pada hari biasa dan awal memasuki hari pertama sampai ke 14 pembeli masih biasa dilayanai dengan santai. Ketika melewati hari ke 15 puasa hingga para pekerjanya harus betul-betul kerja extra, terlihat saat Wartawan mampir ketika menjelang buka puasa pembeli sudah antri dan mereka yang datang sudah memesan sebelumnya.

Dengan demikian Badru berusaha untuk membakar ikan lebih awal, yang tadinya kalau membakar harus ada pemesan dulu dengan adanya lonjakan pembeli maka Badru harus menyiapkan ikan 30 ekor untuk dibakar lebih awal.

“Biasanya jam 4 sore saya buka kios hanya mempersiapkan tempat dan beres-beres saja, tapi ketika hari puasa sudah melewati pertengaan pembeli sudah pesan duluan, dan kepada pekerja saya anjurkan untuk membakar ikan di dahulukan untuk yang sudah memesan dan kalaupun tidak ada yang pesan saya suruh anak-anak untuk membakar ikan agar pembeli yang mau berbuka tinggal ngambil. Semua itu untuk mengantisipasi yang mau berbuka disini” Tutur Badru.

Dengan adanya serbuan para pembeli stok ikan yang biasanya 40 kg per hari saat ini Badru harus menyiapkan ikan segar sebanyak 70 kg perhari untuk persiapan dikarenakan selain dari pelanggan yang sudah biasa makan ikan bakar. Menurut Nur Alam (30) salah seorang pekerja Badru pada Wartawan, yang biasanya tidak pernah membakar ikan banyak pada awal buka kios dengan keadaan ini dia harus bekerja keras untuk persiapan orang-orang yang akan berbuka.

“Sekarang ini saya harus menyediakan ikan yang sudah matang atau dibakar pada awal buka kios, kalau tidak seperti ini pembeli kewalahan mungkin dengan keadaan seperti ini banyak orang-orang yang sudah mudik dan ingin menikmati makanan ikan bakar dan Mungkin dengan telah dekatnya hari Lebaran orang-orang kan pada pulang, jadi ada yang belum pernah merasakan ikan bakar etong mereka penasaran kayanya, dan datang kesini maka persediaan ikan harus saya tambah sekitar 60 prosen” Kata Nur Alam.

Kendati demikian bagi penjual ikan bakar dengan melonjaknya para pembeli otomatis omset pendapatanpun bertambah, dan bisa meraup keuntungan pada saat sekarang ini hal ini bukan tidak mungkin untuk setiap pengusaha yang biasa berjualan adalah satu kesempatan dimana pada hari-hari tertentu seperti pada menjelang pertengahaan Ramadhan untuk menaikan harga jualnya seperti halnya para penjual pakaian dan makanan lain kalau menjelang hari raya tiba biasanya menaikan harga.

Namun hal itu buat Badru bukan untuk mencari kesempatan pada saat Ramadhan atau mendekati Hari Lebaran, karena menurutnya dengan adanya lonjakan pembeli juga sudah merupakan satu keuntungan lebih dibanding hari-hari biasa saat berjualan. Dengan banyaknya pembeli pada bulan Ramadhan ini bagi Badru selain keuntungan yang didapat juga waktu untuk istirahat lebih banyak karena kalau diluar bulan Ramadhan dari buka jam 4 sore tutup hingga jam 3 pagi, di bulan Ramadhan yang sudah dekat dengan hari lebaran kini tutup jam 11 dari buka kiosnya jam 4 sore.

“Untuk masalah harga saya jual dengan harga hari-hari biasa saja, tidak akan menaikan harga terkecuali ikan dari pemasok naik ya baru saya menaikan harga. Karena dengan menambahnya para pembeli itu juga sudah merupakan hasil yang lumayan dan waktu jualan pun bisa lebih cepat, biasanya saya tutup sampai jam setengah tiga pagi, kalau sekarang kan dengan menambahnya pembeli jam sebelas atau jam dua belas ikan sudah habis. Dengan demikian kan anak-anak yang kerja juga bias lebih banyak waktu istirahatnya” Ujar Badru.

Blog: http://pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (
surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!!
Kunjungi segera: http://kabarindonesia.com/

Peternak Ayam

Bob Sadino

bob sadinoSosok berambut putih, bercelana pendek, dan kadang mengisap rokok dari cangklongnya ini begitu mudah dikenali. Gaya bicaranya blak-blakan tanpa tedeng aling-aling. Ia adalah Bob Sadino, pengusaha sukses yang terkenal dengan jaringan usaha Kemfood dan Kemchick-nya. Beberapa kali wajahnya ikut tampil di beberapa sinetron hingga ke layar lebar, meski kadang hanya tampil sebagai figuran.

Penampilannya yang serba cuek itu ternyata sejalan dengan pola pikirnya yang apa adanya. Sebab, menurutnya, apa yang diraihnya saat ini adalah berkat pola pikir yang apa adanya itu. Ia menyebut bahwa kesuksesannya didapat tanpa rencana, semua mengalir begitu saja. Yang penting, adalah action dan berusaha total, dalam menggeluti apa saja.

Totalitas Bob memang patut diacungi jempol, apalagi mengingat lika-liku jalan hidup yang telah ditempuhnya. Pria kelahiran Lampung, 9 Maret 1933 yang hanya lulusan SMA ini pernah mengenyam profesi dari sopir taksi hingga kuli bangunan untuk sekadar bertahan hidup.

Saat masa sulitnya, ia pernah hampir depresi. Tapi, ketika itu seorang temannya mengajaknya memelihara ayam. Dari sanalah ia kemudian terinspirasi, bahwa kalau ayam saja bisa memperjuangkan hidup, bisa mencapai target berat badan, dan bertelur, tentunya manusia juga bisa. Itulah yang kemudian mengawali langkahnya untuk berwirausaha. Ia pun kemudian memutuskan untuk makin menekuni usaha ternak ayam.

Pada awalnya, ia menjual telur beberapa kilogram per hari bersama istrinya. Mereka menjual telur itu awalnya dari pintu ke pintu. Dan, dengan ketekunan dan kemampuannya menjaga hubungan baik, telurnya makin laris. Dari sanalah kemudian usahanya terus bergulir. Dari hanya menjual telur, ia lantas menjual aneka bahan makanan. Itulah yang akhirnya menjadi cikal bakal supermarket Kemchick miliknya. Ia kemudian juga merambah agribisnis khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun yang banyak berisi sayur mayur untuk dijual pada orang asing seperti orang Jepang dan Eropa. Hubungan baik dengan orang-orang asing inilah yang kemudian makin membesarkan usahanya hingga ia akhirnya juga memiliki usaha daging olahan Kemfoods.

Dalam menjalankan setiap usahanya, Bob selalu menyebut dirinya tak punya kunci sukses. Sebab, ia percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diimbangi kegagalan, peras keringat, dan bahkan jungkir balik. Menurutnya, uang adalah prioritas nomor sekian, yang penting adalah kemauan, komitmen tinggi, dan selalu bisa menciptakan kesempatan dan berani mengambil peluang.

Bob menyebut, kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak berpikir membuat rencana sehingga tidak segera melangkah. Ia mengatakan bahwa ketika orang hanya membuat rencana, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain, muncullah sifat arogan. Padahal, intinya sebenarnya sederhana saja, lakukan dan selalu dengarkan saran dan keluhan pelanggan. Bob membuktikan sendiri, ia yang hanya bermodal nekad, tapi berlandaskan niat dan keyakinan, serta kerja keras pantang menyerah, tanpa teori sukses ia pun bisa jadi seperti sekarang.

Sukses itu bukan teori. Namun didapat dari perjuangan dan kerja keras, serta dilandasi keyakinan kuat untuk mewujudkan cita-cita. Bob Sadino adalah contoh nyata bahwa setiap orang bisa sukses asal mau membayar "harga" dengan perjuangan tanpa henti.

Source : http://www.yukbisniscom/

Kebesaran Jiwa Seorang Ibu

Kebesaran Jiwa Seorang Ibu

Kebesaraan jiwa seorang ibu

Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronic.

Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Dia anak yg cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat cewe2 yang kenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah di promosikan ke posisi manager. Gaji-nya pun lumayan.

Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor. Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman2 kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewe2 jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.

Dirumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit dibagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul2 seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting. Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be.

Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan rutin layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu2-nya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan.” jawab A be.

Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja Ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya. Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali).

Hal ini membuat A be jadi BT (bad temper) dan uring-uringan dirumah. Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari Ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Didalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah. Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun.

Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya. Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa di bendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang Ibu-pun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. ” Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi”.

Setelah ibunya sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja kesupermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini kedalam media cetak dan elektronik.

Teman2 yang masih punya Ibu (Mama atau Mami) di rumah, biar bagaimanapun kondisinya, segera bersujud di hadapannya. Selagi masih ada waktu. Jangan sia-sia kan budi jasa ibu selama ini yang merawat dan membesarkan kita tanpa pamrih. kasih seorang ibu sungguh mulia.

Buruh

Kisahku BuruhMay 1, '08 9:30 PM
for everyone
Memperingati hari Buruh (May Day) kemarin, 1 Mei 2008.

Buruh pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik secara jasmani maupun rohani.Pada dasarnya buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar:
  • Buruh profesional - biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja
  • Buruh kasar - biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja
Buruh pada dasarnya hanya menunjuk kepada tenaga kerja di bidang industri dan jasa. Di bidang pertanian, tenaga kerja tidak lazim disebut sebagai buruh. (Wikipedia)



12 tahun lalu, minatku kuliah di Arsitektur ITB tidak pernah kesampaian karena UMPTN tidak lolos. Aku tak menyesal karena kusadari ini akibat 'kebandelan' ku kebanyakan naik gunung sehingga studi di SMA tidak maksimal, bayangkan 2 minggu sebelum UAN saya masih naik gunung Rinjani! Untuk kuliah swasta, aku tak yakin ayahku bisa biayai karena ayahku hanya seorang PNS Guru yang jujur bak Oemar Bakri. Sayangnya orang tua tidak pernah mendidik jiwa enterpreneur untuk menjalani hidup ini. Akhirnya dengan hanya berbekal ijazah SMA, kucoba mencari kerja kesana kemari. Selama jadi pelajar aku dikenal cerdas dan rajin, tapi itu saja tidak cukup untuk jadi bekal memasuki dunia kerja. Tidak bisa kupungkiri, jika mencari kerja hanya berbekal ijazah SMA dengan jalur resmi maka faktor fisik akan jadi prioritas penting, sementara aku ingin mengenakan jilbab. Karena itu aku terpikirkan untuk melamar ke pabrik² sebagai Operator Produksi alias Buruh karena pekerjaan itu tidak memerlukan penampilan fisik tapi yang penting kemauan bekerja. Maka pekerjaan ini kujalani dengan sabar sambil menabung, sampai 3x aku berpindah-pindah pabrik untuk mencari pengalaman hidup sekaligus menabung. Suatu hari aku pernah menghadap Personalia sebuah pabrik, aku minta pindah bagian ke tempat yang banyak lemburan dan ada tunjangan shift sampai orang Personalia itu terpana melihat tekadku. Selama jadi Buruh, banyak sekali pelajaran dan makna hidup bisa kupetik. Biasanya kucari ilmu survive di gunung, ini sungguh kudapatkan ilmu survive hidup di dunia nyata sesungguhnya.

Alhamdulillah dari hasil menabung, aku bisa kuliah walaupun tidak sesuai dengan minat semula. Lulus kuliah, kuhadapi lagi kesulitan mencari kerja. Kubisiki hati sendiri, jangan pernah menyerah pada hidup karena Alloh SWT selalu bersama orang sabar, teruslah berikhtiar. Maka berbagai pekerjaan nan halal kujalani, sambil terus mencari pekerjaan yang cocok. Aku sempat jadi pengajar kursus, staf EDP, System analyst, itu masih saja jadi seorang Buruh walau bukan Buruh kasar tapi Buruh profesional jika merujuk pada definisi Wikipedia. Sampai akhirnya kini aku telah jadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan perjuangan sendiri tanpa uang suap sedikitpun. Alhamdulillah, lagi-lagi dari hasil menabung kini aku berhasil mandiri tinggal di rumah sendiri walaupun itu menyicil. Pada dasarnya, menjadi PNS masih kurasakan sebagai Buruh juga. Hanya bedanya dulu Buruh untuk Industri, kini jadi Buruh untuk Negara. Selama kita masih jadi karyawan atau pegawai yang bekerja pada pihak lain, tetap itu adalah Buruh. Menurutku, jika sudah memiliki usaha sendiri yang dijalani dengan kemampuan manajemen sendiri untuk pencapaian tujuan sendiri tanpa terikat pada pihak lain maka saat itulah kita bukan Buruh lagi. Maka menjadi wiraswastawati adalah obsesiku kini, agar bisa kubuka sebuah lahan usaha yang mandiri yang bisa membuka lapangan kerja untuk menolong orang lain. Aku kagum pada setiap enterpreneur yang berhasil dengan usahanya. Aku ingin seperti itu. Tapi kapankah itu terwujud? Kun Fayakun, do'akan saja agar bisa kuwujudkan mimpi itu. Salam sukses!

Kisahnya Kangen Band

Kangen Suara Jelata - Frans Sartono

Suatu siang di Kantor Warner Music, Jakarta, enam awak band melahap nasi bungkus sambil duduk lesehan di lantai atau duduk bersila di sofa. Mereka adalah personel Kangen Band, kelompok dari Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, yang belakangan naik daun.

“Pacarku cintailah aku/ Seperti aku cinta kamu/ Tapi kamu kok selingkuh.”

Itu penggalan lirik lagu Selingkuh dari Kangen Band, yang menurut seorang produser terkesan agak “kampungan”. Akan tetapi, justru nuansa kampungan itulah yang menjadikan perusahaan rekaman Warner mengambil Kangen Band.

Band bentukan 4 Juli 2005 itu kini tengah mencicipi ujung dari sebuah popularitas. Album pertama Aku, Kau & Dia yang dirilis Warner Music Indonesia (WMI) pada Februari 2007 terjual sekitar 300.000 keping. Ini termasuk angka cukup tinggi mengingat artis terkenal pun saat ini cukup sulit untuk meraih angka penjualan 50.000 kopi.

Jadwal konser keliling mereka padat. Bulan Juni lalu mereka tur ke belasan kota di Jawa Tengah, seperti Cilacap, Klaten, Jember, Tuban, Sidorajo, sampai Banyuwangi, dan Kalimantan. Di Sampit, Kalimantan, mereka tampil di hadapan sekitar 19.000 penonton. Kangen bahkan akan tampil pada konser akbar Soundrenalin 2007. Mereka kebagian tampil di Palembang (22 Juli) dan Surabaya (5 Agustus).

Kangen tengah mencicipi rezeki. Meski relatif “kecil” dibandingkan dengan perolehan band penghasil album sampai di atas satu juta kopi, awak Kangen sudah sangat bersyukur. Dodhy, sang gitaris, vokalis, dan penggubah lagu, bisa membeli sepeda motor, pesawat televisi, dan meja-kursi, serta membantu ayahnya yang bekerja sebagai penarik becak.

“Aku sudah meminta bapak untuk berhenti narik becak, tapi enggak mau. Katanya, baik untuk jantung,” kata Dodhy Hardiyanto (23) tentang ayahnya yang bernama Paijo.

Setakat, itulah pengalaman paling dramatik dalam perjalanan hidup Kangen sebagai band. Kangen berawak Dodhy pada gitar dan vokal, Andika (vokal), Thama (gitar 2), Bebe (bas), Iim (drum), dan Izzy (keyboards). Mereka sama sekali tak menyangka akan diambil oleh Warner, perusahaan rekaman besar yang juga menaungi Jikustik sampai Maliq & D’Essential. Warner sebagai bagian dari perusahaan rekaman raksasa Warner Group juga mengedarkan album dari sederet nama terkenal, mulai Phil Collins, MUSE, My Chemical Romance, sampai Linkin Park.

“Ketika tiba di Jakarta, kami ketemu Pak Jusak (Produser WMI). Kami diajak makan. Meja makannya gede banget. Kami kaget saat diajak melihat studio rekaman. Kami peluk-pelukan dan menangis,” kenang Dodhy saat berkunjung ke WMI, Agustus 2006.

Jelata

Mereka lahir dari realitas kehidupan rakyat jelata, bukan produk reality show. Dodhy pernah menjadi kuli bangunan. Bebe yang bernama lengkap Novri Azwat (18) membantu orangtua jualan nasi uduk di depan Rumah Sakit Abdul Muluk, Bandar Lampung. Rustam Wijaya (22) alias Tama adalah penjual sandal jepit. Iim bekerja di bengkel motor, sedangkan Andika (23), sang vokalis, adalah penjual cendol keliling.

“Makanya suara keras karena biasa teriak-teriak jualan cendol,” seloroh rekannya.

Dodhy dan kawan-kawan biasa nongkrong menghibur diri sambil nyanyi di jembatan di Jalan Dr Sutomo. Sesekali, mereka berpatungan agar bisa berlatih band di studio rental. Mereka sering harus menjaminkan sepeda motor sebagai jaminan kekurangan biaya sewa studio.

Anak Penjual Kue

Anak Kecil Penjual Kue

Seorang pemuda yang sedang lapar pergi menuju restoran jalanan dan iapun menyantap makanan yang telah dipesan. Saat pemuda

itu makan datanglah seorang anak kecil laki-laki menjajakan kue kepada pemuda tersebut, “Pak mau beli kue, Pak?” Dengan ramah

pemuda yang sedang makan menjawab “Tidak, saya sedang makan”.

Anak kecil tersebut tidaklah berputus asa dengan tawaran pertama. Ia tawarkan lagi kue setelah pemuda itu selesai makan,

pemuda tersebut menjawab “Tidak dik saya sudah kenyang”. Setelah pemuda itu membayar ke kasir dan beranjak pergi dari warung

kaki lima, anak kecil penjaja kue tidak menyerah dengan usahanya yang sudah hampir seharian menjajakan kue buatan bunda.

Mungkin anak kecil ini berpikir “Saya coba lagi tawarkan kue ini kepada bapak itu, siapa tahu kue ini dijadikan oleh-oleh

buat orang dirumah”.

Ini adalah sebuah usaha yang gigih membantu ibunda untuk menyambung kehidupan yang serba pas-pasan ini.

Saat pemuda tadi beranjak pergi dari warung tersebut anak kecil penjaja kue menawarkan ketiga kali kue dagangan. “Pak mau

beli kue saya?”, pemuda yang ditawarkan jadi risih juga untuk menolak yang ketiga kalinya, kemudian ia keluarkan uang Rp

1.500,- dari dompet dan ia berikan sebagai sedekah saja.

“Dik ini uang saya kasih, kuenya nggak usah saya ambil, anggap saja ini sedekahan dari saya buat adik”.

Lalu uang yang diberikan pemuda itu ia ambil dan diberikan kepada pengemis yang sedang meminta-minta. Pemuda tadi jadi

bingung, lho ini anak dikasih uang kok malah dikasihkan kepada orang lain.

“Kenapa kamu berikan uang tersebut, kenapa tidak kamu ambil?”.

Anak kecil penjaja kue tersenyum lugu menjawab, “Saya sudah berjanji sama ibu di rumah, ingin menjualkan kue buatan ibu,

bukan jadi pengemis, dan saya akan bangga pulang ke rumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu terjual habis. Dan uang yang saya

berikan kepada ibu hasil usaha kerja keras saya. Ibu saya tidak suka saya jadi pengemis”.

Pemuda tadi jadi terkagum dengan kata-kata yang diucapkan anak kecil penjaja kue yang masih sangat kecil buat ukuran seorang
anak yang sudah punya etos kerja bahwa “kerja itu adalah sebuah kehormatan”, kalau dia tidak sukses bekerja menjajakan kue,

ia berpikir kehormatan kerja di hadapan ibunya mempunyai nilai yang kurang. Suatu pantangan bagi ibunya, bila anaknya menjadi

pengemis, ia ingin setiap ia pulang ke rumah melihat ibu tersenyum menyambut kedatangannya dan senyuman bunda yang tulus ia

balas dengan kerja yang terbaik dan menghasilkan uang.

Kemudian pemuda tadi memborong semua kue yang dijajakan lelaki kecil, bukan karena ia kasihan, bukan karena ia lapar tapi

karena prinsip yang dimiliki oleh anak kecil itu “kerja adalah sebuah kehormatan”, ia akan mendapatkan uang kalau ia sudah

bekerja dengan baik.

CATATAN :
Semoga cerita di atas bisa menyadarkan kita tentang arti pentingnya kerja. Bukan sekadar untuk uang semata. Jangan sampai

mata kita menjadi “hijau” karena uang sampai akhirnya melupakan apa arti pentingnya kebanggaan profesi yg kita miliki.

Sekecil apapun profesi itu, kalau kita kerjakan dengan sungguh-sungguh, pasti akan berarti besar.

Pengangguran

22 Mei 2009

Pengangguran yang berkualitas

Pengangguran mungkin bagi sebagian orang adalah suatu sebutan yang sangat buruk dan sebuah title yang tersandang kepada orang-orang malas dan tidak bisa berkreasi. Tapi apakah semua orang yang nganggur itu buruk ? Hmmm memang saya tidak akan memberikan sebuah “lowongan kerja” disini, tapi saya ada sedikit cerita yang bisa anda ambil hikmahnya untuk membuat anda seorang pengangguran bisa dihormati orang dan dianggap sebagai seorang pengangguran yang berkualitas . Apakah harus menjadi seorang Net Entrepeaneur ? Tidak kok, kalo net entrepeneur itu bukan pengangguran, tapi sebuah pekerjaan yang belom diakui oleh kalangan masyarakat luas saja. Lalu bagaimana jadi seorang pengangguran tapi berguna bagi nusa dan bangsa ini ? karena saya tahu sekali berapa orang yang nganggur dan berapa orang yang kerja. Perbandingannya jauh sekali. Sementara seseorang pengangguran selalu saja mempunya imej (tulisannya gimana sih ? ) yang negatif di masyarakat. Lalu bagaimana cara membuat seseorang segan dengan anda, walaupun anda bukan seorang direktur bank ternama atau sebagai karyawan di salah satu perusahaan ternama mari kita diskusikan bareng disini.
Saat saya pulang dari warnet kira-kira jam 23.00-24.00 banyak sekali fenomena atau kejadian yang saya temui di jalanan. Fenomena ini tak lain halnya adalah fenomena salah satu teman lingkungan saya yang bernama si “S” tiap hari selalu saja melakukan tindakan-tindakan yang sebenarnya membuat dirinya di-cap buruk oleh tetangga-tetangganya termasuk saya sendiri . Dia ini pengangguran yang paling parah sekali dan tidak ada usaha untuk lepas dari predikat pengangguran itu sendiri. Bagaimana tidak, setiap hari kalo malam-dini hari dibuat untuk minum-minum bersama kawan-kawannya, nah kalo pagi - siang hari dia tertidur pulas di rumah. Setelah bangun pun ia tidak lain hanya cuman mandi dan makan lalu pergi lagi dengan teman-temannya. Padahal yang saya tahu ibu-nya sangat bekerja keras di pasar besar madiun, sebagai penjual daging ayam. Emang sih ibu-Nya ini bukan penjual ayam kecil-kecilan tapi udah jadi juragan. Tapi melihat kelakuan anaknya yang seperti ini, saya dan juga tetangga-tetangga yang lain ga jamin kalo usaha ibu-nya ini akan bisa tambah besar. Dikarenakan memang yang saya dengarkan dari rumah saya selalu saja ada pertengkaran antara ibu dan anak yang lagi minta duit . Memang sungguh mengenaskan sekali jika dan seandainya kita jadi pengangguran yang seperti ini. Lalu pengangguran yang bagaimanakah yang baik itu ?? mari kita lihat kasus berikut ini :

Salah seorang teman saya berinisial “T” (cowok) adalah lulusan SMA tahun 2003 sama dengan si “S”. Tapi saya salut sekali sama si T ini. Dia emang suka nongkrong dengan anak-anak lingkungan saya beda sama saya yang tiap hari saat itu hanya dirumah saja . Dia ini mungkin orang yang kreatif dan pinter. Ibu dan bapaknya juga orang yang cukup kali kalo saya bilang soalnya dia ini anak juragan bandeng . si T ini pada suatu hari saat saya beli bakso dari tukang bakso gerobak tanya-tanya soal cara membuat bakso. Langsung saja si abang bakso yang merupakan juga langganan saya ini, kasih tahu resepnya. Entah bagaimana awal mulanya si T ini membuat resep bakso spesial buatannya ini, tiba-tiba saja tanpa ada angin dan hujan dia yang status pengangguran ini (setelah selesai SMA mau kuliah ga diterima dimana-mana), jadi abang bakso gerobak keliling. Saat itu banyak tetangga yang bergosip entah itu gosip karena merasa kasihan, dan ada juga gosip mengenai kemandirian si T (saya dan nenek saya gosip ini). Meskipun dalam perjuangan awal berjualan bakso saya tahu sendiri bagaimana beratnya mulai dari gerobak yang numplek (bahasa indonesianya apa yah ? ), ditertawakan semua teman-teman sebayanya, disindir sama tetangga-tetangga, dan banyak lagi halangan dan rintangannya. Bahkan banyak para tetangga yang bukan saja nyindir si T, tapi malahan langsung kepada ibunya. Tapi ibunya ini tetap saja yakin bahwa apapun pekerjaan si anak, jika itu halal maka dia akan merestuinya. Setelah usahanya berjalan 2 tahun (tahun 2005) semua tetanggaku mulai tercengang dengan usaha si T yang makin maju. Dari gerobak dalam waktu 2 tahun bisa beli rumah sendiri + sewa warung. Dengan Warung ini pun usahanya tambah maju lagi hingga buka cabang di 2 pasar yaitu di pasar besar madiun dan sleko. Saat 2007 kemaren, dia yang sudah pindah dari lingkungan saya, saya dengar kini si T pindah ke Solo dan mulai buka cabang disana.

Itulah tadi 2 cerita antara si S dan T yang sama-sama pengangguran namun jalur yang mereka tempuh berbeda. Mungkin untuk bagaimana menjadi pengangguran yang berkualitas bisa anda simpulkan sendiri dari 2 kisah nyata diatas saya mau tidur dulu . Terima kasih

Berwiraswasta

KISAH SUKSES BERWIRASWASTA

Bagi Anda yang ingin berwiraswasta atau berwirausaha atau ingin mandiri dengan usaha sendiri atau Anda yang sudah mulai berwiraswasta namun masih ragu,maka beberapa contoh kisah sukses mereka yang sudah berwiraswasta berikut ini mungkin bisa menjadikan motivasi untuk tetap berusaha terus menuju kesuksesan dalam berusaha.

Contoh kisah nyata 1:
Empat orang mahasiswa di Jogjakarta setelah selesai kuliah tertarik untuk membuka usaha secara patungan,dimulai sejak tahun 2002 yang sukses dengan usaha waralabanya “Tela-tela”. Bisnis ini mereka tekuni awalnya hanya iseng tertarik dengan kentang goreng dengan saus yang disajikan oleh KFC atau Mikky Donuld. Mereka menyajikanya mirip tapi berdasarkan bahan baku berbeda. Kalau di KFC dengan kentang yang digoreng namun mereka mencoba membuat gorengan ala kentang KFC berbahan dasar singkong. Walaupun berbahan singkong namun dengan disajikan menarik seperti kentang KFC dan dijual dengan gerobak khusus yang dicat merah-kuning layaknya Mikkey Donuld, membuat masyaakat sekitar jadi tertarik. Awalnya hanya ditawarkan dikampus sesama para mahasiswa namun karena laris akhirnya membuka kios kecil dan hasilnya luar biasa, singkong gorengnya laris manis luar biasa!. Sampai mereka di Undang diacara Kick Andy di Metro TV dan mereka menceritakan hal ilhkwal bisnis gorenganya sampai di tahun 2008 sekarang ini, jumlah Otlet dengan sistem waralabanya berjumlah lebih dari seribu unit dan berpenghasilan atau omset milyaran rupiah tiap bulanya. Hebat bukan?. Sungguh tak percaya singkong yang murahan dikampung , disajikan dengan kemasan berbeda dan dikembangkan dengan sistem manajemen waralaba, yaitu dibuka untuk siapa saja untuk bergabung dengan menggunakan lisensi dagangya “tela-tela” dengan mendaftar dengan modal 8 juta rupiah,menjadi bisnis beromset milyaran rupiah perbulan, merupakan hasil luar biasa yang tidak mungkin diperoleh oleh karyawan biasa bukan?.

Contoh kisah nyata 2:
Seorang pemuda tidak lulus sekolah SD dari Solo, membuka kios Bakso Solo dan diberi nama “Jhon Kelana” dan di promosikan lewat siaran radio setempat akhirnya laris uar biasa! Dan jadi tempat tongkrongan anak muda, kemudian diperluas dengan menambah outlet bakso”Jhon kelana” dan dengan sistem waralabanya diseluruh tanah air mencapai lebih dari seribu unit kios”Bakso Jhon Kelana” dan beromset milyaran rupiah juga. Ia diminta hadir dan memberikan pengalamanya bersama Andrie Wongso di ancara Kick Andy Metro Tv.. Sungguh luar biasa bukan?

Contoh kisah nyata 3:
Seorang perempuan tidak lulus SMA, tepatnya hanya sampai kelas dua dan di droup out karena perempuan tersebut gemar berwiraswasta diluar sekolah, akhinya meantau ke Bandung dan membuka pengepul Ikan dari para nelayan, awalnya dia mengantarkan ikan-ikanya tersebut dengan truk ke hotel-hotel dan restorant di Jakarta dan harus menginap di Truk karena jarak dari Bandung – Jakarta lumayan jauh,namun karena kegigihan usahanya terus berkembang dan suatu hari mendapat permintaan dari orang Jepang untuk mengekspor Loftsernya ke Jepang, Dan pada kejadian gempa tsunami Aceh kemarin dia bersama sang suami ke Aceh tempat gempa paling parah dengan menyewa pesawat Checnya atau pesawat kecil antar kota. Saat meberikan bantuan itulah banyak penyumbang lain terutama dari Jepang yang mengenalnya dan bermaksud menyewa pesawatnya,dengan pengalaman lucu kata Ibu Susi ini namanya, orang-orang Jepang ini selalu datang ke tempat Bu Susi ini dengan menanyakan Susi Air, padahal pesawat yag dipakai tadi hanya pesawat sewaan. Namun orang Jepang tadi tidak mau ambil pusing dan menyewa untuk beberapa hari untuk kendaran di Aceh. Dan akhirnya timbul niat dari bu Susi ini untuk usaha penyewaan pesawat kecil antar kota, Hsilnya luar biasa!, tanpa harus bersaing dengan bisnis penerbangan besar lain,saat ini tahun 2008 dia bersama suami mempunyai pesawat sendiri berjumlah 17 buah untuk disewakan dan beromset milyaran rupiah perbulan. Sungguh luar biasa bukan?tidak lulus SMA pun hasilnya luar biasa.

Contoh kisah Nyata 4 :
Seorang pemuda dari Karanganyar tadinya seorang karyawan biasa pada perusahaan,namun timbul pemikiran menarik,bahwa bagaimana nasibnya bila ia terus menjadi karyawan yang gajinya kecil dan kenaikan gajinya hanya 10 sampai 15 % pertahun. Sampai usia berapa ia harus bekerja? Ia ingin punya rumah,punya mobil dan sebagainya. Akhirnya ia membuka usaha sendiri membuka usaha jasa pengiriman barang, kalau sekarang mirip TIKI atau titipan kilat. Dari pertama yang menyewa rumah dengan dibantu 5 orang karyawan, berhasil mendekati bank-bank dan kantor yang memerlukan jasanya, dan singkat cerita tahun 2008 ini ia telah mempekerjakan karyawan sebanyak 3000 orang karyawan dengan omset perbulan 30 milyaran rupiah, Fantastik! Luarbiasa!, dari seorang karyawan yang mau maju dan mau mandiri akhirnya jadi pengusaha sukses,benar-benar sukses bukan?.

Nah dari cerita diatas tentunya akan menggugah diri kita masing-masing bagaimana caranya untuk bisa mandiri seperti mereka dan bisa sukses seperti mereka, yang penting ada kemauan dan tentunya akan ada jalan. Ngak usah muluk-muluk dulu, bisa dimulai dengan buka warung ayam lalapan atau warung nasi campur, yang penring sabar dan tekun, siapa tahu bisa sukses seperti Wong Solo, dulunya cuma bermodal 4 ekor ayam dengan bangku kecil dan spanduknya yang besar,sukses akhirnya. Bukankah banyak jalan menuju sukses!
Sukses adalah milik setiap orang, bukan milik orang-orang tertentu saja, demikian pesan sang Motivator no.1 Indonesia Andrie Wongso.

Selamat mecoba
Semoga berhasil!
Good Luck!

Kisah sukses Pemulung Sampah

Tue, 01 Jan 2008 20:27:39 -0800
*Sunarno*

Inilah kisah Bapak Sunarno, seorang mantan pemulung yang sekarang menjadi
orang kaya berkat ketekunannya menjalankan bisnis MLM Forever Young
Indonesia. Kesuksesannya menarik perhatian Rhenald Kasali sehingga Bapak
Sunarno menjadi bintang tamu dalam acara SOLUSI RHENALD KASALI di ANTeve di
awal tahun 2002. Tulisan ini diambil dari Majalah berWirausaha (EDISI
01/Tahun/2002, halaman 10-11) dengan judul Sunarno: *Sing Penting Niat dan
Mau.*

*Dulu ia mencari nafkah dengan mengais-ngais sampah. Kini ia jadi jutawan
MLM karena mensukseskan orang lain. *

**

*Bapak Sunarno, dalam majalah berWirausaha*
Jangan sekali-kali meremehkan pemulung. Lewat bisnis MLM, pemulung pun bisa
jadi jutawan. Setidaknya begitulah yang dialami Sunarno. "Saya sendiri tidak
membayangkan, setelah menemukan usaha ini ternyata kok lebih cepat daripada
rekan-rekan yang lebih mapan dan berpendidikan," tutur pria kelahiran Solo,
5 Agustus 1961 ini.

Kesuksesan Pak Sunarno menarik perhatian Bapak Rhenald Kasali, sehingga Pak
Rhenald secara khusus mengundang Pak Sunarno dalam acara SOLUSI Rhenald
Kasali di ANTeve di awal tahun 2002 lalu

Prestasi yang diraihnya memang paling cepat dibanding yang lain. Hanya dalam
kurun 27 bulan, ia berhasil menempati peringkat Senior Network Director,
posisi tertinggi di Forever Young MLM. Jaringannya kini sudah lebih dari 100
ribu orang, tersebar di seluruh Indonesia. Seiring dengan itu, penghasilan
di atas Rp15 juta per bulan, sepeda motor, mobil, rumah, dan berbagai bonus
wisata ke luar negeri telah dinikmatinya.


*Berebut bonggol kubis*

Lantaran lahir dari keluarga miskin, Sunarno hanya bisa menamatkan SD. Lebih
prihatin lagi, sejak kecil ia sudah yatim piatu. Terpaksa ikut orang ke
beberapa kota, jadi kacung untuk sekedar bisa hidup. Tapi itu tidak lama
dilakoni. Ketika kembali ke Solo, akhirnya ia memilih profesi pemulung. Kok
jadi pemulung? "Saya bosan jadi kacung yang selalu disuruh-suruh orang. Jiwa
saya ingin kebebasan," jawabnya.
Tinggal di daerah kumuh yang berjarak 500 meter dari tempat pembuangan
sampah. Pekerjaannya mengais-ngais sampah, mengumpulkan barang bekas.
Plastik dan kardus jadi incarannya. Setiap hari ia bersama teman-teman
menanti datangnya truk sampah. Begitu mobil pembawa rejeki tiba, mereka
berlarian mendekat, lalu berebut barang-barang bekas - siapa cepat, dia
dapat. "Apalagi yang namanya balung (tulang sapi - red). Itu ibarat emas
bagi kami. Nilainya tinggi kalau dijual," jelas ayah dua anak ini.

Ia sendiri pernah merasa amat bahagia sewaktu mendapatkan bonggol kubil
(kol). Soalnya "benda berharga" itu didapatnya setelah mengalahkan beberapa
saingan. Lewat "kompetisi" yang ketat ia berhasil mendapatkannya. "Hati saya
bangga dan puas karena itu suatu prestasi," katanya tersenyum. Ada satu hal
lagi yang membahagiakan hatinya, yaitu saat menyetel radio tatkala masih
hidup di kolong jembatan."Sayangnya tak terkira, sama bahagiannya dengan
orang naik Mercy atau Volvo," tambah ayah tiga anak ini.

Sinar terang perubahan hidup mulai tampak pada 1994, ketika tetangganya
memperkanalkan bisnis MLM. Hampir tiap hari tetangga sebelah bercerita,
walau kadang-kadang ia tidak menangkap maksudnya. Maklum cuma lulusan SD.
Jangankan ngerti, untuk hafal nama MLM yang berbahasa Inggris itu saja susah
banget. "Seminggu belum hafal," katanya tertawa. "Tadinya saya nggak
mikirin. Tapi lantaran sering dengar dan lihat, lama-lama hafal juga."

*Kuncinya keyakinan*

Setelah belajar dan ditempa dalam berbagai training dan seminar, dalam
hatinya timbul keyakinan. Mulailah ia menjalani bisnis MLM sepenuh hati.
Pagi hari, sesuai profesi, ia cari barang-barang bekas. Siangnya, setelah
mandi, pergi memprospek orang.

Di usaha apa saja pasti ada tantangan. Sunarno pun begitu. Dibilang ngeyel
atau mimpi, itu masih halus. Soalnya, ada yang mencercanya bagai cicak makan
tiang. Namun itu tidak mengecilkan hatinya, sebab sejak kecil ia sudah
terbiasa dengan kompetisi dan tantangan. "Itulah yang mendorong saya untuk
maju. Orang gagal itu biasanya engga mau menghadapi tantangan. Kalau engga
siap mental, yang paling mudah dilakukan adalah berhenti," kata pria yang
gemar bertani ini.

Menurut Sunarno, kunci keberhasilannya hanya satu: keyakinan. Sebab
keyakinan itu seakan-akan kenyataan. Ia tumbuh dari penguasaan materi dan
belajar dari orang-orang sukses. Bila ingin sukses, bergabunglah dengan
orang-orang sukses, minimal ketularan. Motivasinya dalam berusahan sederhana
saja: kalau orang lain bisa, kenapa saya tidak bisa. Pasti bisa!

"Sekarang usaha itu persaingannya ketat, minimal butuh modal besar. Tapi di
bisnis MLM yang saya tekuni ini, sing penting niat dan mau. Nggak perlu jadi
pemulung dulu kayak saya. Setelah itu, tinggal melakukan. Perlu tindakan.
Itulah modal yang paling utama," tandasnya.

Lucunya, dulu karena tinggal di tempat kumuh, sebagian orang belum mau
menerima ajakannya. "Kalau kamu berhasil, baru saya mau ikut," kata mereka.
Namun setelah berhasil, Sunarno menagih janji. Mereka menjawab, Lha iya,
terang saja Pak Narno sekarang sudah berhasil kok." Jadi lagi-lagi saya yang
disalahkan," katanya sembari tertawa kecil. "Itu soal mental. Semua itu
kembali ke pribadi masing-masing."

Bila teringat kehidupan masa lalu, Sunarno masih diliputi rasa haru. Jadi
ketika dapat fasilitas rumah dari MLM, Sunarno sengaja memilih di Mojosongo,
daerah yang ia huni dulu agar tidak lupa pada sejarah. Tapi bila dulu orang
meremehkannya, sekarang lain, "Kalau lingkungan butuh sesuatu, saya yang
lebih dulu dimintai sumbangan," ujarnya.

*Ingin mengukir sejarah*

Banyak sudah suka duka yang dialami Sunarno selama menjalankan MLM. Yang
berkesan adalah rekan-rekan, khususnya dalam jaringannya, selalu merujuk
pada latar belakangnya. "Pak Narno yang pemulung saja bisa, kok saya tidak
bisa." Mereka terpacu dengan itu. Juga sewaktu dinobatkan sebagai Manager
pertama kali, ia tidak mengira bakal dimintai bicara di depan umum. "Saya
sangat terharu. Dengan terbata-bata saya ceritakan perjalanan hidup saya."

Kehidupan itu, menurut Sunarno, ibarat tiada gelombang yang indah tanpa
menerjang karang. Banyak orang mendambakan hidup aman, damai, tenteranm,
bahagia dan sejahtera. Hidup seperti ini ideal sekali. "Bagi saya hidup itu
sederhana saja, minimal kita punya cita-cita, yaitu sukses dalam segala
bidang. Tapi untuk itu diperlukan tindakan, rencana, tujuan, komitmen,
keyakinan, mengenal diri, dan cinta. Itu semua merupakan mata rantai yang
tak terpisahkan."

Ia mengaku, waktu kecil tidak punya cita-cita lantaran miskin. Semua
dijalani saja. Cita-cita itu baru terbentuk setelah ia bergabung dengan MLM.
Sunarno ingin berbakti pada bangsa dan negara. "Ukuran saya bukan
penghasilan lagi. Tapi tanggungjawab kepada negara untuk menciptakan suasana
yang baik lewat usaha MLM. Misi saya ingin menolong orang yang tidak punya,
karena falsasah hidup untuk mengasihi dan melayani telah tertanam dalam diri
saya. Falsafah dan misi itu penting dalam segala usaha."

Selain itu Sunarno ingin umur panjang. Dalam arti bisa mengukir sejarah
sehingga tetap dikenang walau kelak sudah tiada. Maka, dalam kamusnya tidak
ada kata terlambat untuk belajar. Tiga tahun lalu bersama sang istri, ia
mangambil penyesuaian SMP dan SMA. Bahkan kini ia kuliah dobel. Pagi ambil
Pertanian di Universitas Pembangunan Solo, malam kuliah di Fakultas Hukum
Unisri.

Kok sampai dobel? "Saya tertarik di pertanian karena melihat Indonesia jauh
tertinggal di bidang itu. Padalah kondisi alamnya sangat kaya. Orientasi
saya adalah membudayakan pola tanam organik, dan hasil dari pertanian ini
kita bisa memberikan sumbangan kepada negara. Sementara itu, saya kuliah di
hukum supaya tahu mana benar dan mana yang perlu diluruskan," paparnya.

Sebelum berpisah, ia berpesan kepada rekan-rekan dalam jaringannya agar
tidak gampang menyerah, siap dikritik, semangat menyala-nyala, selalu
berjuang, rela berkorban, dan berdoa. "Beranilah mengambil keputusan, karena
keputusan itulah langkah awal sukses."

Dwikenegaraan

1949–1990: “Dwikenegaraan” Jerman

Pada era pascaperang, hanya satu bagian Jerman diberi peluang kedua untuk membangun kehidupan demokrasi: yang di barat. Para wakil masing-masing parlemen daerah hasil pemilu bebas di zone pendudukan Amerika Serikat, Inggris dan Perancis berkumpul di Bonn pada tahun 1948/49 dan membentuk Dewan Parlementer. Mereka merumuskan konstitusi yang menarik konsekuensi sistematis dari kesalahan konstruksi konstitusi Reich dari tahun 1919, dan dari kegagalan Republik Weimar. Namanya Undang-Undang Dasar (Grundgesetz) Republik Federal Jerman. Negara demokrasi Jerman yang kedua dirancang untuk menjadi demokrasi parlementer yang berfungsi dengan baik, dengan kanselir federal yang kuat posisinya dan yang hanya dapat digulingkan oleh “mosi tidak-percaya konstruktif”, artinya melalui pemilihan penggantinya, dan dengan presiden federal yang kewenangannya terbatas sekali. Berbeda dengan konstitusi Republik Weimar, tidak ada ketentuan mengenai legislasi langsung oleh rakyat yang menyaingi parlemen. Undang-undang dasar ini mengambil sikap tegas terhadap warga yang memusuhi demokrasi secara terbuka. Tindakan yang dapat diambil bahkan sampai ke pencabutan hak-hak dasar dan pelarangan partai yang menentang konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi Federal. Dasar negara ditetapkan dengan rumusan yang menutup peluang untuk merongrongnya, sekalipun oleh mayoritas parlemen yang dapat mengubah konstitusi, sehingga demokrasi tidak mungkin disingkirkan secara “legal”, seperti pada tahun 1933.

Sementara bagian barat Jerman menarik pelajaran “antitotaliter” dari zaman kekuasaan Nazi, bagian timur, yaitu zone pendudukan Uni Sovyet yang kemudian menjadi Jerman Timur atau RDJ, harus puas dengan sikap “antifasis”. Pengertian itu dipergunakan sebagai legitimasi diktatur partai yang berhaluan marxis-leninis. Garis pemisah dengan landasan kekuasaan rezim Nazi terutama hendak ditarik dengan alat politik-kelas, yaitu dengan menasionalisasi milik pengusaha pertanian dan industri. Sebaliknya orang yang tergolong “kaki-tangan Nazi” boleh berbakti dalam “pembangunan sosialisme”. Ada juga sejumlah bekas anggota partai NSDAP yang meraih posisi penting di RDJ setelah menjalani apa yang disebut denazifikasi. Namun jumlah mereka tidak begitu besar dan kasusnya kurang spektakuler dibandingkan dengan kasus yang terjadi di Jerman Barat.

“Kisah sukses Republik Federal Jerman” takkan pernah ada tanpa adanya “keajaiban ekonomi” pada dasawarsa 50-an dan 60-an, yaitu periode boom terlama pada abad ke-20. Berkat konyungtur tinggi itu, politik ekonomi-pasar berorientasi sosial yang dijalankan oleh menteri perekonomian federal pertama, Ludwig Erhard, memperoleh legitimasinya karena berhasil. Sukses itu mempercepat integrasi hampir delapan juta orang Jerman yang terusir dari kampung halamannya di bekas wilayah timur Reich Jerman, dari daerah Sudeten dan dari beberapa kawasan lain di bagian timur Eropa Tengah dan di Eropa Tenggara. Kemajuan ekonomi juga berperan besar dalam mengikis perbedaan kelas dan perbedaan haluan keagamaan, membatasi daya tarik partai-partai radikal, serta membuat partai-partai demokratis yang besar berkembang menjadi partai yang berakar dalam rakyat. Hal itu pertama-tama dialami oleh Uni Demokrat Kristen (CDU) dan Uni Sosial Kristen (CSU), kemudian oleh Partai Sosialis-Demokrat (SPD). Namun kesejahteraan sosial itu juga menunjukkan sisi lain di bidang politik dan moral, yaitu dengan memudahkan orang untuk tidak berintrospeksi dan menolak pertanyaan kritis orang lain tentang peranan masing-masing dalam kurun waktu 1933-1945. Filsuf Hermann Lübbe menyebut perlakuan masa lampau seperti itu “pendiaman komunikatif” (sambil menilainya sebagai faktor yang diperlukan dalam proses stabilisasi tatanan demokratis di Jerman Barat).

Dalam Republik Weimar, golongan kanan berhaluan nasionalis, sedangkan golongan kiri berhaluan internasionalis. Lain halnya di Republik Federal Jerman: Kekuatan tengah-kanan pimpinan Kanselir Federal pertama Konrad Adenauer men jalankan politik ikatan dengan Barat dan integrasi Eropa Barat secara supranasional. Golongan kiri moderat, partai SPD di bawah ketuanya yang pertama setelah perang, Kurt Schumacher, dan penggantinya Erich Ollenhauer menampilkan profil yang jelas berciri nasional, dengan memprioritaskan reunifikasi Jerman di atas integrasi ke Barat. Baru pada tahun 1960 SPD menerima perjanjian-perjanjian, yang pada tahun 1955 memungkinkan Republik Federal Jerman menjadi anggota NATO. Partai Sosialis- Demokrat harus mengambil langkah itu, agar dapat memperoleh tanggung jawab pemerintahan di RFJ. Hanya dengan mengakui perjanjian-perjanjian dengan pihak Barat itu, mereka dapat menjadi mitra yunior dalam pemerintahan koalisi besar pada tahun 1966 dan tiga tahun kemudian meluncurkan “neue Ostpolitik” (politik baru terhadap Eropa Timur) di bawah Kanselir Federal pertama dari SPD, Willy Brandt. Berkat Ostpolitik itu, Republik Federal Jerman dapat memberikan sumbangan sendiri demi peredaan ketegangan antara Timur dan Barat, dapat meletakkan dasar baru bagi hubungan dengan Polandia melalui pengakuan garis perbatasan di Sungai Oder dan Neiße (walaupun pengakuan itu tidak berlaku penuh secara de jure), dan dapat mengikat perjanjian dengan RDJ yang mengatur hubungan antar-Jerman. Perjanjian Empat-Sekutu mengenai Berlin yang diikat pada tahun 1971, namun sebenarnya hanya menyangkut Berlin Barat dan hubungannya dengan Republik Federal Jerman, juga mustahil terwujud tanpa adanya integrasi kokoh ke Barat dari yang lebih besar di antara kedua negara Jerman itu.

Rangkaian perjanjian Eropa Timur (1970-1973) oleh pemerintahan koalisi SPD-FDP pimpinan Brandt dan Scheel, terutama menanggapi pengukuhan terbelahnya Jerman pada tanggal 13 Agustus 1961 dengan dibangunnya Tembok Berlin. Dengan semakin mundurnya kemungkinan reunifikasi, politik RFJ harus mengutamakan upaya meringankan akibat pembelahan itu demi kebersamaan bangsa. Pemulihan persatuan Jerman tetap menjadi tujuan resmi Republik Federal Jerman. Namun setelah berlakunya perjanjian dengan Eropa Timur itu, harapan akan terbentuknya negara kebangsaan Jerman terus mengecil. Di Jerman Barat, perubahan sikap itu tampak lebih jelas pada generasi muda ketimbang pada angkatan yang lebih tua. Pada tahun 80-an, tatanan pascaperang mulai goyah. Krisis Blok Timur diawali dengan pendirian serikat kerja independen “Solidarnosc” di Polandia pada tahun 1980, yang disusul dengan pemberlakuan keadaan darurat perang akhir tahun 1981. Tiga setengah tahun kemudian, pada bulan Maret 1985, Mikhail Gorbachov meraih tampuk kekuasaan di Uni Sovyet. Pada bulan Januari 1987, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Sovyet yang baru itu mengucapkan kalimat bernada revolusioner, “Kita butuh demokrasi seperti kita butuh hawa untuk bernapas”. Pesan itu mengilhami para pejuang hak warga di Polandia dan Hongaria, di Cekoslovakia dan di RDJ. Pada musim gugur 1989, tekanan akibat aksi-aksi protes di Jerman Timur menjadi begitu kuat, sehingga hanya intervensi militer oleh Uni Sovyet yang dapat menyelamatkan rezim komunis. Namun Gorbachov tidak bersedia melakukannya. Akibatnya, pimpinan partai di Berlin Timur mengalah kepada revolusi secara damai di RDJ: Pada tanggal 9 November 1989 Tembok Berlin pun runtuh – sebuah simbol ketidakbebasan, seperti rumah tahanan Bastille di Paris, yang jatuh dua abad sebelumnya, pada tahun 1789.

BBM

Ada apa dengan BBM May 23, 2008

Posted by admin in : Article, Opini , trackback

Sebuah pendapat yang menarik yang disampaikan oleh sdr. Goenardjoadi Goenawan

Saat ini marak demo anti kenaikan BBM. Di beberapa daerah malah ibu-ibu rumah tangga ikut teriak mengeluh kesah mohon agar BBM idak naik, dan pemerintah lebih memperdulikan rakyat kecil.

Namun kelihatannya rencana kenaikan harga BBM dalam satu dua hari ini tidak dapat dicegah. Seperti menunggu palu godam, kepala rakyat kecil sudah terpekik oleh jeritan penderitaan, dan harus menerima pukulan terakhir.

Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Brazil, atau Argentina, kelihatannya disana kondisi sungguh rawan. Sedikit saja terjadi inflasi, atau devaluasi hanya 20% rakyat sudah bakar segala macam minimarket. Sedangkan di Indonesia, kenaikan BBM Oktober 2005 sampai 2 kali lipat masih belum membuat rakyat bergerak.

Mengapa?

Apakah ini karena confident yang luar biasa dari Jusuf Kala, yang sering mengucapkan: Tidak masalah, karena BLT akan segera diperbaiki distribusinya. Bayangkan uang sebesar Rp 300,000 bisa mengatasi naiknya beban hidup?

Ataukah karena Rakyat Indonesia memiliki budaya tepo sliro yang tinggi? Enggan untuk mengutarakan pendapatnya secara langsung?

Ataukah Rakyat Indonesia seperti kata orang, tahan menderita?

Sebenarnya bukan begitu.

Beberapa fakta di lapangan Indonesia kondisinya sungguh unik dan mungkin sungguh spektakuler dibanding dengan negara-negara berkembang lainnya. Apa yang dimiliki Indonesia yang menjadi buffer dari segala kekacauan, yang mungkin timbul?

PNS

Kita sering lupa, PNS di Indonesia memegang rekor tertinggi di dunia. Ada 5 juta PNS di Indonesia. Belum lagi pegawai BUMN. Lain lagi Keluarga besar TNI / Polri. Kalau ditotal jumlahnya lebih dari 20 juta penduduk. Mereka adalah lapisan golongan menengah yang menjadi buffer gejolak ekonomi sosial rakyat.

Sebetulnya, dari seluruh 240 juta penduduk Indonesia, kunci stabilitas ekonomi ada di golongan menengah. Golongan menengah ini yang memiliki sifat-sifat unik. Tidak seperti golongan bawah, golongan menengah memiliki harapan (ekspektasi) yang lebih tinggi. Mereka lebih bersikap optimis, dibandingkan golongan bawah.

Sebaliknya, dibandingkan golongan atas, golongan menengah ini lebih toleransi. Lebih memiliki empati. Lebih mengerti penderitaan rakyat kecil. Mereka yang menyuarakan Rakyat untuk bersabar, lebih toleransi.

Oleh karena itu, yang paling berbahaya dalam stabilitas ekonomi sosial sebuah negara adalah hilangnya lapisan golongan menengah. Ibarat badan seorang gadis, bagian perut di tengah mengecil, dan karena sangat kecil, seperti hampir putus. Kalau golongan menengah mengecil, maka akibatnya sungguh berbahaya.

Benar kata sebagian birokrat: Janganlah kita pesimis, lihatlah bandara penuh sesak!. Bandara Sepinggan yang besar sudah hampir tidak muat. Apalagi Bandara Polonia sudah meluber…. Pengunjung penuh sesak. Bandara Juanda sudah direnovasi, sudah ada terminal baru. Brand new!.

Hotel penuh sesak. Mall-mall masih penuh setiap weekend.

Golongan menegah Indonesia sungguh unik, mereka jumlahnya luar biasa.

Namun ada sisi buruknya dari kondisi ini. Ibarat radiator, memang kelihatannya berisi cairan tahan suhu tinggi, titik didihnya meningkat, namun akhirnya monitoring temperatur menjadi lumpuh, dan sewaktu-waktu njebluk. Itu terjadi bila pemimpin kehilangan sensitivitas. .. Tidak peka lagi terhadap penderitaan rakyat.